Monthly Archives: January 2014

Topeng Emansipasi

Gambar

Disusun Oleh : Ima Antasary

 

Era modern setidaknya banyak berpengaruh pada pola hidup dan pola pikir masyarakat tentang keberadaan dan penghargaan terhadap nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Nilai-nilai postif budaya yang tidak bertentangan dengan islam menjadi suatu hal yang dibolehkan dalam islam. Urf diperhitungkan sebagai standarisasi akan kebolehan sesuatu sebatas tidak melanggar batasan-batasan dalam syari’at.

Perubahan pola hidup dan pola pikir menyebabkan pergeseran nilai-nilai urf yang dikenal oleh masyarakat setempat karena adanya dua hal mendasar menjadikan nilai-nilai itu kabur dan tidak tegas dalam penerimaan dan juga pelaksaannya. Dua hal tersebut adalah syubhat dan syahwat. Dua hal ini yang selalu disuguhkan oleh para orientalis dan musuh-musuh islam untuk menghancurkan islam. Dan suguhan yang paling berpengaruh terhadap tata nilai tersebut melalui propaganda emansipasi wanita.

 A.    Apa itu Emansipasi Wanita?

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online disebutkan dua definisi emansipasi sebagai kata benda:

  1. Pembebasan dari perbudakan
  2. persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria)

Adapun emansipasi wanita adalah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju.[1]

Berdasarkan definisi di atas, emansipasi menginginkan adanya kebebasan bagi wanita untuk melakukan apa saja dalam usaha pengembangan dirinya tanpa terikat dan terbatas aturan apapun.

 

 

 B.     Sejarah Emansipasi [2]

Sejarah pelecehan terhadap wanita muslim berawal dari negeri Kan’an, Mesir, ketika penguasa Mesir pada waktu itu Muhammad Ali Basya mengadakan program pengiriman mahasiswa-mahasiswa muslim ke Prancis. Di antara mereka yang dikirim adalah Rif’at Rafi’ Ath-Thahthawi (w. 1290 M). Dialah yang pertama kali menyebarkan bibit propaganda terhadap emansipasi wanita ini sepulangnya dari Prancis. Lalu mulailah gerakan setan ini diteruskan oleh para pewarisnya di segala penjuru negeri Islam.

Di Mesir sendiri -negeri pertama kali yang mempropagandakan gerakan emansipasi wanita ini- banyak orang yang terpengaruh dengan pemikiran Rif’at ini yang kebanyakan mereka adalah para intelektual muslim hasil didikan Barat dan orang Nashrani.

Mereka bahu membahu mendakwahkan gerakan iblis ini untuk mengelabui wanita-wanita muslimah dengan menggunakan surat kabar, sarana pertama dan paling utama serta paling untuk efektif untuk menyebarkan gerakan ini. Maka muncullah surat kabar dengan nama “Majalah As-Sufur (Majalah Pornografi)” pada tahun 1318 M, yang isinya tidak lain merusak wanita muslimah melalui hal-hal berikut:

  1. Menampilkan gambar-gambar wanita seksi.
  2. Campur baur antara laki perempuan dalam diskusi dan rapat-rapat.
  3. Pemikiran sesat tentang “Wanita adalah partner laki-laki” maksudnya bahwa wanita itu sama dengan lelaki dalam semua hal.
  4. Menjelek-jelekkan ajaran islam bahwa lelaki adalah pemimpin bagi wanita.
  5. Menampilkan mode dan busana ala Barat, model kolam renang bagi wanita.
  6. Menampilkan gambar tempat-tempat hiburan, kafe, bar dll.
  7. Menampilkan kisah-kisah mesum dan porno yang merusak kehormatan wanita.
  8. Menyanjung bintang film, penyanyi, artis dll.

Kemudian gerakan ini secara cepat merambah ke negara-negara islam lainnya sehingga dikeluarkanlah undang-undang tentang pelarangan hijab di berbagai Negara, antara lain:

Di Turki, pada tahun 1456 M Mushthafa Kemal At-Tatruk mengeluarkan undang-undang tentang pelarangan hijab. Kemudian pada tahun 1348 M diberlakukan undang-undang baru buatan Swiss yang bernama UU Konvensional New Castle yang melarang poligami bagi lelaki muslim. Sejak saat itulah wanita muslimah Turki sudah tidak ada bedanya lagi kondisinya dengan wanita Swiss, mereka tidak malu-malu lagi memakai busana Barat yang menampakkan aurat mereka,Wal’iyadzu Billah.

Di Iran, pada tahun 1344 M Ridha Bahlawi penguasa dari kalangan Rafidhah mengeluarkan undang-undang tentang pelarangan hijab bagi wanita Iran.

Di Afghanistan, Muhammad Aman juga mengeluarkan undang-undang yang sama. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ahmad Zogho di Albania.

Dan di Tunis pada tahun 1421 M Abu Ruqaibah mengeluarkan undang-undang tentang larangan hijab dan poligami. Dan barang siapa yang melanggar dikenai sanksi hukuman penjara 1 tahun atau membayar denda sesuai dengan ketetapan. Di samping itu dia juga mengeluarkan beberapa undang-undang lain yang isinya menentang syariat Islam seperti: Undang-undang yang memberikan kebebasan penuh kepada wanita jika telah berusia 20 tahun untuk memilih pasangan hidupnya tanpa persetujuan dari kedua orang tuanya, dan juga undang-undang yang isinya hukuman bagi orang yang menikahi dua orang wanita secara halal dan membebaskan bagi mereka yang menikahi 10 orang wanita secara haram. Majalah Al-’Arabiy pernah memuat sebuah temuan adanya gambar pamflet yang terpampang di jalanan Tunisia, di mana di setiap lapangan ada dua buah papan, yang satu menggambarkan sebuah keluarga yang memakai busana islami dengan tanda (x) dan yang satu menggambarkan sebuah keluarga yang memakai pakaian ala barat dengan tanda (v) di bawahnya tertulis sebuah komentar “Jadilah kalian seperti mereka”.

Selain Abu Ruqaibah yang mendakwahkan gerakan setan ini di Tunisia ada juga Ath-Thahir Al-Haddad (1317-1353 M) menulis kitab “Imroatuna fi Asy-Syari’ah wal Mujtama’ (Wanita Kita dalam pandangan Syari’at dan Masyarakat)” yang selama dekade tahun 1338-1348 M mendakwahkan kepada gerakan “Emansipasi Wanita” sehingga dua orang mufti dari madzhab Maliki menghukuminya murtad keluar dari agama. Selanjutnya dia diasingkan sebab tulisannya itu sampai akhir hidupnya tahun 1353 M. Dia meninggal dalam keadaan yang sangat mengenaskan dan tidak ada seorangpun yang mengantarkan jenazahnya selain keluarga dan beberapa temannya saja. Dia termasuk orang yang gemar musik, suka pergi ke kafe dan bar serta menganut paham sosialis.

Di Irak gerakan “Emansipasi Wanita” diusung oleh Az-Zahawiy dan Ar-Rashafiy sebagaimana yang disebutkan dalam kitab “Peristiwa-peristiwa politik dari sejarah Irak yang baru” halaman 91-143.

Di Aljazair kondisinya lebih parah lagi sebagaimana dalam kitab At-Targhib fi Al-Fikri wa As-Siyasah wa Al-Iqtishad (Westernisasi dalam bidang Pemikiran, Politik dan Ekonomi) halaman 133-139 disebutkan sebuah kisah yang memilukan, yaitu: pada tanggal 13 Mei 1958 M pemerintah memerintahkan seorang khatib Jum’at untuk menyampaikan materi tentang larangan hijab dalam khutbahnya. Maka khatib inipun melaksanakannya, dan setelah selesai shalat, salah seorang wanita Aljazair berdiri memegang mikrofon mengajak teman-temannya untuk melepas hijab, lalu dia melepas hijabnya dan diikuti oleh wanita yang lainnya. Dan kejadian serupa juga terjadi di beberapa kota di Aljazair bahkan di ibu kota Aljazair sendiri. Peristiwa inipun didukung oleh pers dengan meliputnya secara besar-besaran, Nas’alulloha Al-’Afwa Wal ‘Afiyah.

Di Maroko dan Syam dengan keempat Negara yang masuk di dalamnya: Libanon, Suria, Yordania dan Palestina gerakan “Emansipasi Wanita” juga berkembang pesat. Buku pertama kali yang muncul di Syam berkenaan dengan masalah ini ditulis tahun 1347 M -10 tahun setelah meninggalnya Qasim Amin- oleh Nadzirah Zainuddin dengan judul As-Sufur dan Al-Hijab yang diberi kata pengantar oleh ‘Ali ‘Abdurrazaq penulis buku “Islam wa Ushulul Hukm” buku rujukan utama bagi kaum sekuler yang di Mesir sendiri mendapat tantangan keras dari para ulama.

Di India dan Pakistan, gerakan “Emansipasi Wanita” dengan kedua sayapnya “Kebebasan & Persamaan (Gender)” mulai muncul pada tahun 1370 M dengan diterjemahkannya kitab Qasim Amin “Tahrirul Mar’at” ke dalam bahasa Urdu. Lalu diikuti dengan berbagai tulisan di media cetak. Ini semua tercantum secara lengkap dalam buku “Pengaruh Pemikiran Barat Terhadap Kerusakan Masyarakat Muslim di Semenanjung India” karangan Khadim Husain hal. 182-195.

Ini sejarah singkat tentang gerakan iblis dengan nama “Emansipasi Wanita” yang telah banyak memakan korbannya dari kalangan wanita muslimah di berbagai belahan dunia Islam.

C. Apa Isi Dan Akibat Buruk Dari Gerakan Iblis “Emansipasi Wanita” Ini ?[3]

Gerakan “Emansipasi Wanita (Tahrirul Mar’ah)” ini terdiri dari dua pokok masalah:

1. Kebebasan Wanita (Hurriyatul Mar’ah)

  • Mengajak wanita untuk melepas hijab, lambang kehormatan mereka dan menghilangkan rasa malu dari diri mereka. Sehingga banyak negara islam yang mengeluarkan undang-undang larangan hijab bagi kaum muslimah, memberikan sanksi kepada mereka yang memakai hijab dengan hukuman satu tahun penjara atau denda atau mengintimidasi mereka yang berhijab, seperti yang terjadi di Turki, Tunisia, Iran, Afghanistan, Albania, Somalia dan Aljazair.
  • Menawarkan mode dan berpakaian ala barat dengan bantuan mass media baik cetak maupun elektronik. Sehingga banyak kita jumpai wanita-wanita muslimah yang memiliki kesibukan dan hobby baru yaitu membaca dan mengikuti perkembangan mode dan busana ala barat.

2. Persamaan antara Wanita dan Pria (Gender/Al-Musaawatu Bainal Mar’ati Wa Ar-Rajul)

  • Mengajak wanita untuk keluar rumah untuk bersama-sama kaum lelaki bekerja di segala bidang kehidupan.
  • Gerakan ini membawa beberapa pemikiran yang kesemuanya merusak wanita muslimah dan mencabik-cabik kehormatannya. Banyak sekali dampak negatif dari gerakan ini, diantaranya:
  • Merebaknya gambar-gambar porno dan tayangan-tayangan yang tidak senonoh dan melanggar norma-norma masyarakat dan agama.
    • Menyebarnya perzinaan dan praktek-praktek prostitusi di masyarakat dan tidak jarang diantaranya yang dilegalkan. Dan lebih parahnya lagi munculnya kaum homo dan lesbian yang dahulu sama sekali tidak dikenal oleh masyarakat islam.
    • Tuntutan kuat untuk membatalkan hukum islam dalam masalah hudud terutama yang berkenaan dengan masalah zina.
    • Munculnya praktek-praktek medis yang melanggar syar’i sebagai dampak dari perzinaan seperti: aborsi, munculnya alat-alat baru untuk mencegah kehamilan, anjuran untuk KB, adanya bayi tabung, sewa rahim perempuan lain dll.
    • Munculnya undang-undang yang bertentangan dengan syariat Islam seperti: larangan poligami, perempuan juga memiliki hak untuk menceraikan suaminya, perempuan yang sudah dewasa usia 20 tahun bebas memilih pasangan hidupnya sendiri meskipun tanpa izin orang tua atau walinya, perempuan memiliki hak waris yang sama dengan laki-laki dll.
    • Timbulnya berbagai macam penyakit masyarakat seperti: banyaknya anak-anak terlantar akibat perzinaan, menyebarnya kenakalan remaja akibat salah urus karena orang tua mereka sibuk dengan karier dan pekerjaan, munculnya penyakit-penyakit kelamin yang sampai sekarang susah dicarikan obatnya, munculnya perselingkuhan di kalangan keluarga, naiknya angka perceraian, meningkatnya jumlah perawan-perawan tua karena perzinaan dll.
    • Hilangnya rasa malu dari diri wanita muslimah dan tumbuhnya rasa kurang PD dengan busana islami yang dianjurkan agama Islam.

D.  Wanita Dalam Islam [4]

Islam benar-benar memperhatikan peran wanita muslimah, karena di balik peran mereka inilah lahir pahlawan dan pemimpin agung yang mengisi dunia dengan hikmah dan keadilan. Wanita begitu dijunjung dan dihargai perannya baik ketika menjadi seorang anak, ibu, istri, kerabat, atau bahkan orang lain.

Saat menjadi anak, kelahiran anak wanita merupakan sebuah kenikmatan agung, Islam memerintahkan untuk mendidiknya dan akan memberikan balasan yang besar sebagaimana dalam hadits riwayat `Uqbah bin ‘Amir bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,

“Barangsiapa yang mempunyai tiga orang anak wanita lalu bersabar menghadapi mereka dan memberi mereka pakaian dari hasil usahanya maka mereka akan menjadi penolong baginya dari neraka.” (HR. Ibnu Majah: 3669, Bukhori dalam “Adabul Mufrod”: 76, dan Ahmad: 4/154 dengan sanad shahih, lihat “Ash-Shahihah: 294).

Ketika menjadi seorang ibu, seorang anak diwajibkan untuk berbakti kepadanya, berbuat baik kepadanya, dan dilarang menyakitinya. Bahkan perintah berbuat baik kepada ibu disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak tiga kali baru kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan perintah untuk berbuat baik kepada ayah. Dari Abu Hurairah berkata,

“Datang seseorang kepada Rasulullah lalu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak untuk menerima perbuatan baik dari saya?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu,’ dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu,’ dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah kembali menjawab, ‘Ibumu,’ lalu dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Bapakmu.’” (HR. Bukhori: 5971, Muslim: 2548)

Begitu pun ketika menjadi seorang istri, Islam begitu memperhatikan hak-hak wanita sebagaimana disebutkan dalam surat An-Nisa’ ayat-19 yang artinya:

“…Dan pergaulilah mereka (para istri) dengan cara yang baik…”

Dan saat wanita menjadi kerabat atau orang lain pun Islam tetap memerintahkan untuk mengagungkan dan menghormatinya. Banyaknya pembahasan tentang wanita di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah menunjukkan kemuliaan mereka. Karena sesuatu yang banyak dibahas dan mendapat banyak perhatian tentunya adalah sesuatu yang penting dan mulia. Lalu masih adakah yang berani mengatakan bahwa Islam menzhalimi wanita?!

 E. Kedudukan Laki-Laki dan Perempuan[5]

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai kaum wanita,

(الرجال شقائق النساء )

Wanita adalah bagian dari pria.”(HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits inishahih).

Allah menciptakan Adam, dan Allah menciptakan pula baginya pasangan untuk menentramkannya, dan menjadikan bagi keduanya mawaddah dan rahmah. Sehingga keduanya pada asalnya sama, namun berbeda dalam beberapa sifat. Allah Ta’ala berfirman :

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالأنْثَى

Dan laki-laki tidaklah sama seperti perempuan”(QS. Ali Imran: 36).

Ayat ini menjelaskan adanya perbedaan, baik secara parsial maupun universal, antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini tidak bisa lagi dipungkiri, oleh karena itu definisi adil dalam masalah laki-laki dan perempuan adalah, memperlakukan keduanya secara berbeda dalam masalah hukum, dan membagi tugas dan kewajiban antara masing-masing pihak. Lawannya yaitu zhalim, ialah menyamakan antara laki-laki dan perempuan, secara mutlak. Akan tetapi dalam beberapa hal, Allah menyamakan antara keduanya, Dia berfirman :

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shalih, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun.”(An-Nisa’: 124)

Allah menyamakan bagi keduanya dalam masalah amal, begitu pula dalam masalah pahala, dan inilah yang disebut keadilan itu.

Syaikh Bakar Abu Zaid berkata, “Masing-masing wajib mengimani dan menerima bahwa harus ada perbedaan antara laki-laki dan wanita, baik dari segi lahir dan batin, menurut tinjauan syari’at Islam. Masing-masing harus ridho dengan taqdir Alloh dan syari’at Islam. Perbedaan ini adalah semata-mata menuju keadilan, dengan perbedaan ini kehidupan bermasyarakat menjadi teratur. Tidak boleh masing-masing berharap memiliki kekhususan yang lain, sebab akan mengundang kemarahan Allah, karena masing-masing tidak menerima ketentuan Allah dan tidak ridho dengan hukum dan syari’at-Nya. Seorang hamba hendaknya memohon karunia kepada Rabbnya. Inilah adab syari’at Islam untuk menghilangkan kedengkian dan agar orang mukmin ridha dengan pemberian Allah. Oleh karena itu, Allah berfirman di dalam surat An Nisaa’ ayat 32 yang maksudnya adalah kita dilarang iri dengan kedudukan orang lain. Selanjutnya, jika hanya berharap ingin meraih sifat lain jenis dilarang di dalam Al Qur’an, maka bagaimana apabila mengingkari syari’at Islam yang membedakan antara laki-laki dan wanita, menyeru manusia untuk menghapusnya, dan menuntut supaya ada kesamaan antara laki-laki dan wanita, yang sering disebut dengan istilah emansipasi wanita. Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah teori sekuler, karena menentang taqdir Allah ….” (Hirosatul Fadhilah)[6]

Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dengan syubhat-syubhat (kerancuan) yang mereka lontarkan. Mungkin secara sepintas, wacana emansipasi mampu menjawab problematika wanita dan mengangkat harkatnya tapi tidaklah mungkin itu diraih dengan mengorbankan kehormatan dan harga diri wanita. Sungguh, tak akan bisa disatukan antara yang haq dengan yang bathil. Mereka tidaklah ingin membebaskan wanita dari kezhaliman tetapi sesungguhnya merekalah yang ingin bebas menzhalimi wanita!!!


[1] http://kbbi.web.id/emansipasi diakses pada tanggal 25 Januari 2014.

[2] Diringkas dari http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/wanita-antara-pembela-dan-pencela-4.html diakses pada tanggal 25 Januari 2014.

[3] Ibid

[4] Diringkas dari http://muslimah.or.id/manhaj/topeng-emansipasi.html diakses pada tanggal 25 Januari 20014.

[5] Diringkas dari http://muslimah.or.id/keluarga/hakekat-wanita.html diakses pada tanggal 22 Januari 2013

[6] http://rumaysho.com/jalan-kebenaran/alasan-wanita-tidak-pantas-jadi-pemimpin-949 diakses pada tanggal 27 November 2013. File diakses pada saat mengerjakan makalah untuk bahan tugas mata kuliah Managemen SDM Semester 4.

Tabarruk yang Dibolehkan dan yang Dilarang

Gambar Taba

Sesungguhnya salah satu faktor dominan yang meyebabkan kesesatan orang-orang jahiliyah pertama, ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam diutus di tengah-tengah mereka, adalah meminta berkah kepada berhala-berhala bagi kepentingan harta, anak, dan jiwa mereka. Beragam bid’ah yang disusupkan ke dalam agama lewat orang-orang zindiq dan kaum munafik, ternyata merupakan sarana-sarana ampuh bagi mereka untuk mengacaukan agama lewat cara pengkultusan para wali dan orang-orang shaleh, serta meminta berkah di makam-makam mereka.

Pada zaman di saat ilmu sudah sedemikian pesat majunya dan tersebar di mana-mana, ternyata perbuatan mencari berkah (tabarruk) terhadap para wali, terhadap kubur-kubur, dan sisa-sisa peninggalan mereka masih saja selalu gencar dilakukan oleh banyak orang. Oleh karena itu, buku ini menjelaskan aqidah yang benar tentang tabarruk sehingga bisa dibedakan manakah tabarruk yang benar dan tabarruk yang tidak diperbolehkan dalam islam.

 A.    Makna dan Hakikat Tabarruk

Imam Al-Baghawy mengatakan kalimat Tabaaraka identik dengan taqaddasa yang berarti suci. Adapula yang mengatakan kalimat tabaaraka sama dengan irtafa’a yang berarti naik. Jadi Al-Mubarak ialah orang atau sesuatu yang ditinggikan atau diangkat

Ibnul Qoyyim Rahimahullah mengatakan bahwa hakikat berkah adalah ketetapan, kepastian, dan keberadaan. Jadi kalimat Baraka Al-Ba’ir artinya ialah unta itu duduk terjerembab., yakni jika ia ada di tanah lapang. Sedangkan kalimat Al-Mabrak ialah tempat yang diberkahi. Berkah adalah perkembangan dan pertambahan, sedangkan tabrik adalah mendoakan supaya berkembang dan bertambah.

Pada dasarnya berkah ada dua macam:

Pertama: Berkah yang merupakan aktivitas Dzat Yang Maha Memberkahi dan Maha Luhur.

Kedua: Berkah yang disandarkan pada Allah, seperti disandarkannya kalimat rahmah dan izzah. Sedangkan bentuk kata kerjanya adalah Tabaaraka. Oleh karena itu berkah ini adalah khusus hanya milik Allah. Allah adalah Dzat Yang Maha Suci Lagi Maha Memberkahi, sedangkan Rasul dan hamba-Nya lah yang diberkahi.

Batasan-batasan yang disebutkan ibnul Qoyyim Al Jauziyah tentang berkah adalah sebagai berikut:

  1. Sesungguhnya semua berkah adalah dari Allah, sebagaimana rizki, pertolongan dan kesehatan. Semuanya datang dari Allah. Janganlah anda meminta keberkahan kecuali hanya kepada Allah karena Allah adalah pemilik dan pemberi berkah.
  2. Benda-benda, ucapan-ucapan,dan perbuaan-perbuatan yang secara syar’i boleh digunakan untuk mencari dan mendapatkan berkah tidak lain hanya merupakan sarana saja, ia bukannya yang memberikan berkah karena yang memberi berkah hanya Allah.
  3. Sesungguhnya mencari berkah dengan menggunakan sesuatu sebagai penyebab atau sarana adalah termasuk perkara agama (syar’i), sehingga yang dijadikan pijakan adalah dalil dan nash-nash yang shahih.
  4. Mencari berkah pada sesuatu untuk mendapatkannya harus dengan cara-cara dan petunjuk dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

 B.      Tabarruk Yang Disyariatkan

  1. Tabarruk kepada diri Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan peninggalan-peninggalannya.

Banyak riwayat shahih yang disebutkan dan dibawakan oleh para ulama bahwa diri nabi shallallahu alaihi wasallam yang mulia dan peninggalan-peninggalan beliau baik berupa bagian-bagian tubuh, rambut, keringat, sisa wudhu, pakaian, dan bejana-bejana yang beliau gunakan, semuanya oleh Allah dijadikan ada berkahnya yang bisa menyembuhkan dan diharapkan faedahnya di dunia maupun di akhirat. Dan yang menganugrahkan semua itu tiada lain adalah Rabb pencipta langit dan bumi.

2.      Tabarruk terhadap ucapan dan perbuatan yang disyari’atkan.

Sesungguhnya telah ada ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang dapat dijadikan sebagai sarana oleh seorang muslim untuk mencari kebajikan dan berkah, dengan berpegang pada apa yang telah dicontohkan oelh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Diantara bentuk tabarruk terhadap ucapan dan perbuatan yang disyariatkan adalah: berdzikir kepada Allah, membaca al-Qur’an, membaca do’a-doa yang ma’tsur dari nabi, berkumpul untuk berdzikir kepada Allah dalam majelis ilmu, berjihad fi sabillillah di medan perang, menyebarkan dan menyampaikan ilmu, berkumpul untuk makan bersama dengan melakukan adab-adab makan dsb.

3.      Tabarruk terhadap tempat yang disyariatkan

Ada beberapa tempat tertentu di atas muka bumi ini yang oleh Allah diciptakan mengandung berkah yang agung. Barangsiapa berupaya mencari berkah di tempat-tempat tersebut, maka ia akan mendapatkannya dengan izin Allah Ta’ala dan dengan syarat harus benar-benar ikhlas lillah dan tetap mengikuti petunjuk dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Diantara tempat-tempat tersebut adalah : masjid, Makkah, Madinah, negeri Syam, Padang Arafah, Mina, Muzdalifah. Melakukan amalan-amalan sesuai petunjuk nabi baik dalam tata cara pelaksanaan ibadah dan waktunya pada tempat-tempat tersebut akan mendatangkan berkah. Adapun amalan-amalan yang tidak disyariatkan, maka tidak akan ada berkahnya sama sekali pada amalan tersebut. Bahkan hal tersebut masuk ke dalam bid’ah.

4.      Tabarruk terhadap waktu yang disyariatkan

Ada beberapa waktu yang diberkahi, yang oleh Allah secara khusus diberikan tambahan keutamaan dan berkah. Barangsiapa yang mencari kebajikan padanya dengan melakukan amalan-amalan yang disyariatkan, maka dia akan mendapatkan berkah-berkah yang agung dari Allah. Waktu-waktu yang dimaksud adalah seperti hari-hari di bulan Ramadhan, malam lailatul qadr, sepertiga malam terakhir, hari jum’at, hari senin, hari kamis, bulan-bulan haram dan sebagainya. Upaya mencari berkah dalam aktu-waktu tersebut haruslah dengan cara-cara yang disyariatkan sesuai petunjuk dari Allah Ta’ala melalui nabinya yang mulia Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.

5. Tabarruk terhadap makanan yang disyariatkan

Diantara makanan yang dicari berkahnya ialah minyak zaitun, susu, jintan hitam, kurma ajwa, cendawan, madu, air zam-zam, air hujan, binatang kuda, binatang domba, dan pohon kurma.

Semua makanan dan minuman yang disebutkan di atas memang mengandung berkah yang tidak Allah berikan pada jenis makanan dan minuman lainnya. Hanya saja, penggunaannya tidak boleh melampaui batas-batas syari’at yang telah digariskan Allah.

 C. Tabarruk Yang Dilarang

Bentuk tabarruk orang-orang jahiliyah

Berdasarkan makna Al Barakah yang artinya pengembangan dan penambahan, maka orang-orang jahiliyah seperti halnya setiap orang suka dan senang jika harta benda, tubuh, suku, anak, dan segala kebutuhan mereka dalam kehidupan ini menjadi berkembang dan bertambah yang merupakan substansi dari berkah. Orang-orang jahiliyah mencari hal itu (berkah) pada hanya dari berhala-berhala mereka, lantaran mereka merasa yakin bahwa berhala-berhala itu sanggup mendatangkan banyak kebajikan dan berhala tersebut diberkahi. Mereka berkeyakinan bahwa berhala-berhala tersebut mempunyai pengaruh atas Allah yang akan mewujudkan keinginan mereka. Maha Suci Allah dari anggapan mereka tersebut.

 Orang-orang jahiliyah dahulu tidak hanya mencari berkah pada patung-patung berhala saja. Mereka juga mencari berkah pada juru kunci atau penjaga berhala.  Selain itu mereka juga beranggapan kuat bahwa senjata-senjata yang mereka pergunakan untuk berperang juga bisa member berkah, dan dengan sebab berkah itulah mereka bisa mengalahkan musuh-musuhnya. Senjata-senjata tersebut digantung di sebuah tempat yang mereka namakan dzatul anwath untuk mendapatkan berkah.

Bentuk tabarruk orang-orang jahiliyah masih diikuti dan ditiru oleh sebagian manusia. Sehingga mereka terjebak dalam kesyirikan yang merupakan dosa yang tidak diampuni oleh Allah jika pelakunya tidak bertaubat dan kembali kepada Allah.

1.      Tabarruk terhadap tempat-tempat dan benda-benda mati yang dilarang.

Bertabarruk pada tempat-tempat yang banyak disebutkan dalam hadits-hadits shahih hanya terbatas pada perkara yang disyariatkan saja, pada perkara yang dicontohkan oleh nabi. Orang tidak boleh mencium jendela-jendela atau bandul-bandul masjid dan mengambil debunya untuk pengobatan. Tidak seorangpun diperkenankan untuk mengerjakan haji di tempat yang tidak disyariatkan sebagaimana kaum rafidhoh berhaji di iran. Tidak diperbolehkan pula menjadikan kubur nabi ataupun kubur-kubur orang shalih lainnya sebagai tempat untuk berdoa dan shalat untuk dicari berkahnya,. Tidak boleh pula yakin terhadap suatu benda bisa mendatangkan manfaat dan madharat sebagaimana batu, pohon dan lainnya sebagaimana berhala-berhala untuk dicari berkahnya. Hal-hal tersebut dilarang dikarenakan hal tersebut bisa mengantarkan pada perbuatan syirik secara terang-terangan. Bertabarruk itu adalah ibadah, dan setiap ibadah tidak bisa dilakukan kecuali ada perintah untuk melakukan ibadah tersebut di tempat-tempat yang ditentukan sebagaimana yang dikabarkan oleh nabi shallallahu alaihi wasallam.

2.      Tabarruk terhadap beberapa waktu yang dilarang secara syariat.

Telah lalu penjelasan adanya berkah pada waktu-waktu khusus yang diberikan oleh Allah berupa amalan yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang pelaksanaannya telah dijelaskan dengan gamblang oleh Rasulullah. Adapun mencari berkah dengan amalan-amalan tertentu pada waktu-waktu tersebut yang tidak dicontohkan adalah termasuk perbuatan bid’ah yang diada-adakan.

Orang-orang yang ghuluw dalam mencari berkah terhadap waktu ini membuat hari-hari atau waktu-waktu tertentu untuk mencari berkah yang asalnya tidak ada satupun dalil yang mendukung akan adanya berkah pada waktu-waktu yang mereka tetapkan seperti menetapkan perayaan untuk awal tahun hijriyah, perayaan hari kelahiran nabi, perayaan isra mi’raj, perayaan hari-hari pertempuran Perang Badar. Yang kesemuanya merupakan bid’ah dalam agama dan tentunya setiap perkara bid’ah adalah tercela sehingga tidak ada keberkahan di dalamnya.

3.      Tabarruk terhadap orang-orang shalih dan peninggalan-peninggalannya.

Tabarruk terhadap diri Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah suatu ibadah begitupula peninggalan-peninggalan beliau. Orang-orang yang melakukannya berharap memperoleh pahala dan berkah. Bertabarruk dengan diri seseorang maupun peninggalan-peninggalannya hanya boleh dilakukan terhadap nabi yang mulia, karena kekhususan dan anugerah yang Allah berikan kepada nabi-Nya. Hal ini tidak berlaku bagi orang-orang selainnya seshaleh apapun orang tersebut. Tidak Abu Bakar, tidak Umar, tidak Utsman, tidak Ali dan tidak pula orang-orang shaleh lainnya. Bertabarruk pada orang-orang shaleh maupun peninggalan-peninggalannya merupakan fitnah bagi orang yang mengagung-agungkan maupun yang diagung-agungkan, karena akan muncul suatu pengkultusan individu yang pada gilirannya akan mendorong pada perbuatan syirik dan berbagai bid’ah. Larangan akan hal ini untuk menyelamatkan aqidah seorang muslim yang bertabarruk supaya hatinya hanya bergantung kepada Allah semata, karena hanya Dia lah yang sanggup mendatangkan manfaat dengan berkah dan menolak segala madharat/bahaya dan agar orang tersebut tidak mudah tertipu dan ternodai oleh perasaan kagum yang menyesatkan.

 

Diresume oleh : Ummu Muhammad Ima

Dari buku: Tawassul dan Tabarruk. Syaikh Nashiruddin Al-Albany dan Dr.Ali bin Nafi Al-Ulyany (Pustaka Al-Kautsar; 2000)

Tanya Jawab: Pernah Berzina Di Mushala, Bagaimana Taubatnya?

Gambar

Pertanyaan:

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

Saya mau bertanya pak ustadz. Saya sudah pernah berzina, saya berkali kali melakukannya. Dan sebagian besar saya lakukan di mushollarumah saya. Saya sangat menyesal melakukan itu. Saya ingin bertaubat. Saya sangat ingin bertaubat. Tetapi, apakah saya masih bisa diampuni? Saya rela dihukum asalkan diampuni. Bagaimana cara bertaubat bagi saya agar bisa diampuni? Dan bagaimana cara mensucikan kembali musholla yang sudah saya kotori?

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

Indxxx di bumi Allah

 

Jawaban:

Bismillah. Alhamdulillah washshalatu wassalam ‘ala Rasulillah.

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.

Dosa Zina

Saudara Indxxx di mana pun Saudara berada yang mudah-mudahan Allah merahmati dan mengampuni dosa-dosa kita.

Perbuatan zina adalah perbuatan dosa besar yang sangat dibenci. Allah dan Rasul-Nya sangat mengecamnya.

Allah ta’ala berfirman:

{ وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (70) }

Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya) (68), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina (69), kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh, maka Allah akan menggantikan keburukan-keburukan mereka dengan kebaikan-kebaikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Al-Furqan: 68-70)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan mimpinya kepada para sahabat -dan mimpi beliau layaknya wahyu-. Beliau menceritakan bahwa beliau dibawa oleh dua malaikat, yaitu Jibril dan Mikail untuk menyaksikan berbagai jenis manusia. Kemudian tibalah beliau di sebuah lubang seperti tempat pemanggangan roti, bagian atasnya sempit dan bagian bawahnya luas, di bawahnya dinyalakan api. Ketika api tersebut mendekat atau menyambar maka orang-orang di dalamnya pun terangkat hingga hampir keluar darinya. Kemudian apabila apinya mulai memadam, maka mereka pun kembali masuk di dalamnya. Di dalam lubang itu ada laki-laki dan wanita-wanita telanjang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Siapakah orang-orang itu?” Tetapi tidak dijawab oleh mereka berdua. Kemudian beliau pun beralih ke tempat lain. Hingga akhirnya, Malaikat Jibril pun memberitahukan, “Adapun orang-orang yang engkau lihat di lubang tadi, mereka adalah para pezina.”1

Subhanallah! Sungguh buruk bukan hukuman yang akan diterima oleh orang yang suka berzina?

Alhamdulillah Allah telah mengingatkan Saudara untuk mau bertaubat. Dan ini kabar yang sangat bagus sekali. Allah subhanallahu wa ta’aaberfirman:

( قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ. )

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Az-Zumar: 53)

Kita tidak boleh berputus asa dengan kasih sayang (rahmat) Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengampuni dosa sebesar apapun dosa yang pernah dilakukan oleh seorang hamba.

Rasulullah dalam hadits qudsi pernah berkata:

( قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِي ، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ ، وَلاَ أُبَالِي ، يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً.)

Allah tabaraka wa ta’ala berkata, ‘Wahai anak adam! Sesungguhnya jika engkau berdoa kepada-Ku dan mengharapkan-Ku maka Aku akan mengampuni semua apa yang ada pada dirimu dan Aku tidak perduli (seberapa besar dosamu). Wahai anak Adam! Seandainya dosamu sampai setinggi langit kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya dan Aku tidak peduli (seberapa besar dosamu). Seandainya engkau datang kepada-Ku dengan sepenuh bumi kesalahan-kesalahan (dosa-dosa), kemudian engkau tidak berbuat syirik terhadapku sedikit pun, maka Aku akan datang sepenuh bumi itu pula dengan pengampunan2

Dosa zina yang telah saudara lakukan meskipun dosa tersebut terjadi di mushalla rumah, tidaklah lebih besar daripada dosa orang yang telah membunuh 99 orang, kemudian dia bertanya kepada ahli ibadah tetapi tidak berilmu dan ternyata ahli ibadah tersebut mengatakan bahwa Allah tidak akan mengampuni dosanya. Sehingga orang tersebut membunuh ahli ibadah tersebut. Kemudian dia mendatangi seorang yang berilmu dan bertanya kepadanya apakah masih ada kesempatan baginya untuk bertaubat setelah membunuh 100 orang dan ternyata jawaban dari orang yang berilmu tersebut adalah:

( نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدْ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ.)

Ya, Siapa yang bisa menghalangi antara dirinya dengan taubat? Pergilah ke negeri ini dan negeri itu. Sesungguhnya di sana ada orang-orang yang menyembah Allah, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah engkau kembali ke negerimu, sesungguhnya negerimu itu adalah negeri yang buruk

Akhirnya orang tersebut pun pergi menuju negeri yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut dan ternyata Allah mewafatkannya di pertengahan jalan dan menerima taubatnya. Sampai akhir kisahnya.3

Cara Taubat

Adapun cara bertaubat yang harus saudara lakukan adalah dengan cara berikut:

  1. Benar-benar menyesali perbuatan tersebut
  2. Berhenti dari perbuatan tersebut
  3. Berjanji untuk tidak mengulanginya. Apabila ternyata masih mengulanginya, maka hal tersebut belum dikatakan taubat nasuha (taubat yang sebenarnya)

Meninggalkan dosa besar yang sudah menjadi kebiasaan memanglah sangat berat. Oleh karena itu, saya akan menyebutkan beberapa hal yang mudah-mudahan bisa merubah kebiasan tersebut. Berikut ini beberapa langkah yang mungkin bisa saudara lakukan:

  1. Mensucikan niat agar benar-benar ikhlas hanya untuk Allah
    Jika seseorang benar-benar ikhlas dalam bertaubat kepada Allah, insya Allah, Allah akan menghidupkan hatinya untuk selalu taat kepada-Nya dan menjauhi segala yang bertentangan dengan ketaatan tersebut.
  1. Melakukan semua hal yang dicintai oleh Allah
    Orang yang benar-benar ikhlas dalam bertaubat maka akan terbimbing untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dicintai oleh Allah dan mencintai orang-orang yang dicintai oleh Allah serta menjahi perbuatan-perbuatan yang dibenci oleh Allah dan membenci orang-orang yang dibenci oleh Allah.
  1. Menuntut dan memperdalam ilmu agama 
    Hal-hal yang dicintai oleh Allah sangatlah banyak, begitu pula dengan hal-hal yang dibenci oleh Allah, jumlahnya juga sangat banyak. Oleh karena itu, seseorang yang ingin benar-benar bertaubat harus mau mempelajari ilmu agama. Dengan ilmu yang dia dapatkan, maka dia bisa membedakan antara yang haq dengan yang batil, sehingga ilmu akan menuntun dia untuk selalu mengamalkan apa-apa yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
  1. Berusaha dengan keras dengan membuat jadwal rutin ibadah 
    Setelah mengetahui beberapa amalan yang dicintai oleh Allah, maka seorang yang ingin bertaubat harus mempraktikkan dengan sungguh-sungguh apa yang telah didapatkan. Untuk mengerjakan banyak amalan yang dicintai oleh Allah, dia harus membuat jadwal rutin ibadah wajib dan sunnah, kemudian memaksa dirinya untuk mengerjakannya sesuai kemampuan yang dia miliki, meskipun sedikit tetapi terus-menerus.
  1. Berusahalah meninggalkan pengaruh buruk lingkungan tempat saudara tinggal 
    Pada kisah tentang pembunuh seratus orang di atas, orang yang berilmu manasihati dia agar pindah ke negeri yang baik dan meninggalkan negerinya yang buruk. Begitu pula dengan saudara, jika saudara merasa bahwa di lingkungan saudara ada banyak orang yang shalih, maka dekatilah mereka. Tetapi jika ternyata di lingkungan saudara tidak ada atau hampir tidak ada orang yang shalih, maka saudara harus pindah dari tempat itu. Karena jika kita tidak bisa mempengaruhi orang lain untuk berbuat kebaikan, maka kitalah yang akan mendapatkan pengaruh buruk darinya.
  1. Berteman dengan orang-orang yang shalih dan mencari teman yang bisa membantunya untuk selalu taat 
    Teman memiliki pengaruh besar dalam pembentukan karakter atau sikap. Oleh karena itu, memilih teman yang baik adalah sesuatu yang tak bisa dianggap remeh.Islam mengajarkan agar kita tak salah dalam memilihnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :

     

    (الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ)

    Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman4
    Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-Qaasim5 berkata, “Sifat manusia adalah cepat terpengaruh dengan siapa dia bergaul (berinteraksi). Manusia bisa terpengaruh bahkan dengan seekor binatang ternak.
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

    (الْفَخْرُ وَالْخُيَلَاءُ فِي الْفَدَّادِينَ أَهْلِ الْوَبَرِ وَالسَّكِينَةُ فِي أَهْلِ الْغَنَمِ)

    “Kesombongan dan keangkuhan terdapat pada orang-orang yang meninggikan suara di kalangan pengembala unta. Dan ketenangan terdapat pada pengembala kambing”6
    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa, di dalam pengembalaan unta terdapat kesombongan dan keangkuhan serta di dalam pengembalaan kambing terdapat ketenangan. Jika dengan hewan saja, yang dia itu tidak punya akal dan Anda tidak tahu apa maksud dari suaranya, manusia bisa terpengaruh…maka bagaimana pendapat Anda dengan orang yang bisa bicara dengan Anda, paham perkataan Anda, bahkan terkadang membohongi dan mengajak Anda kepada hawa nafsunya serta menghiasi Anda dengan syahwat? Bukankan dia itu lebih berpengaruh?”7

  1. Memperpendek angan-angan dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian 
    Banyak orang Islam yang melakukan perbuatan dosa sengaja mengundurkan taubatnya, dengan mengatakan, “Mumpung masih muda, tidak mengapa bermaksiat. Nanti kalau sudah tua, barulah kita taat dan bertaubat.” Perkataan ini sangat batil, karena seseorang tidak pernah tahu, kapan dia akan diwafatkan oleh Allah. Oleh karena itu, orang yang beriman menganggap bahwa hidup di dunia ini hanya sementara dan hanya sebagai tempat persinggahan. Angan-angannya tidak panjang, seolah-olah setiap saat dia sedang dibuntuti dengan kematian.
  1. Menjauhi sebab-sebab yang dapat memancing syahwat 
    Banyak hal yang dapat memancing syahwat seseorang, baik televisi, internet, majalah dll. Oleh karena itu Allah mengharamkan seluruh hal yang bisa memancing syahwat seseorang untuk melakukan perbuatan zina, contohnya: Allah menyuruh wanita untuk berjilbab, terlarangnya berdua-duaan yang bukan mahramnya, terlarangnya melihat aurat dan menyentuh lawan jenis dll.
  1. Membayangkan akibat buruk dosa yang akan dilakukan, lebih baik menolak untukmengerjakannya daripada berusaha melepaskan apa yang telah dilakukan. 
    Seseorang yang berada di jalan sempit yang di kiri dan kanan jalan tersebut terdapat jurang yang sangat dalam, maka orang tersebut akan berusaha berjalan dengan perlahan dan berhati-hati agar tidak terjatuh. Jika terjatuh ke jurang tersebut, maka akan sangat susah untuk naik dan kembali ke jalan tersebut. Begitulah dosa besar, lebih baik kita tidak mengerjakannya daripada terjerumus ke dalamnya. Jika sudah terjerumus ke dalamnya maka akan sangat susah berlepas darinya.
  1. Memperbanyak doa dan istigfar
  2. Sabar ketika taat, sabar ketika menjauhi kemaksiatan dan sabar ketika menghadapi cobaan
  3. Segeralah menikah jika masih membujang 
    Untuk orang yang belum menikah, maka “jurus ampuh” untuk berhenti dari perbuatan zina adalah dengan menikah. Dengan menikah, maka pandangan akan lebih mudah terjaga dan kemaluan seorang lelaki tidak ditempatkan kecuali di tempat yang halal baginya.
    Mengenai hukuman di dunia akibat perbuatan zina, maka di negara kita belum bisa diterapkan. Oleh karena perbanyaklah bertaubat dan perbanyaklah mengerjakan amalan-amalan soleh mudah-mudahan dapat menghapuskan dosa-dosa yang pernah dilakukan.

Adapun cara membersihkan mushalla yang telah saudara nodai, cukup dengan mengerjakan amal-amal soleh di dalamnya dan tidak mengulanginya lagi.

Allahu a’lam bishshawab. Wa billahittaufiq. Mudahan bermanfaat juga untuk yang lain.

 

Daftar Pustaka

  1. Mukhtashar Ad-Daa’ wad-Dawaa’ li Ibnil-Qayyim. Ahmad ‘Utsman Al-Mazid. Madar Al-Wathn lin-nasyr.
  2. Al-Kabaa-ir. Imam Muhammad bin Ahmad Adz-Dzahabi. Darul-Ma’arif.
  3. Ath-Thariiq ila At-Taubah. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd. (situs resmi beliau www.toislam.net). (Download buku pdf-nya di http://www.islamhouse.com)
  4. Dan kitab-kitab lain, sebagian besarnya dicantumkan di footnotes.

 Catatan Kaki

1Lihat HR Al-Bukhari no. 1386.

2 HR At-Tirmidzi no. 3540. Hadits ini di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albâni di Shahih At-Tirmidzi.

3Lihat HR Muslim no. 2766/7008.

4 HR Abu Dawud no. 4833 dan At-Tirmidzi no. 2378, di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani di Ash-Shahihah no. 927

5 Beliau adalah imam di Masjid Nabawi dan hakim di Mahkamah Syariah di Madinah.

6 HR Al-Bukhari no. 3499 dan Muslim no. 187

7Khuthuwaat ila As-Sa’aadah, hal. 141.

Penulis: Ustadz Said Yai Ardiansyah, Lc,MA
Artikel Muslim.Or.Id

 

Mengikhlaskan Ibadah Hanya Untuk Allah

Mengikhlaskan Ibadah Hanya Untuk Allah

وﻤﺎ ﺃ ﻤﺮوﺍﺇﻻ ﻟﯾﻌﺑﺪوﺍﺍﷲ ﻤﺨﻟﺼﯾﻦ ﻟﻪ ﺍ ﻟﺪ ﯾﻦ ﺤﻨﻓﺎﺀ وﯾﻘﯾﻤوﺍﺍ ﻟﺼﻟوﺓ وﯾﺅﺘوﺍﺍﻟﺯﻛوﺓۚ وﺬ ﻟﻙ ﺪ ﯾﻥ ﺍ ﻟﻘﯾﻣﺔ

“ Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah SWT dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus “ ( Q.S. Al-Bayyinah :5 ).

Ibnul Qayyim berkata dalam Fawaidul Fawaid:
Orang yang beramal tanpa keikhlasan dan keyakinan sebagaimana seorang musafir yang mengisi kantung airnya dengan batu-batu. Ia membawanya namun batu-batu tersebut tidak bisa memberikan manfaat kepadanya (sbg bekal)

sumber foto: http://terjemahkitabsalaf.wordpress.com/2014/01/20/tafsir-surat-al-fatihah-bagian-4/

Jilbabku Hijabku

Muslimah, betapa Allah menjagamu..memuliakanmu dengan mensyariatkan dan mewajibkan hijab untuk kebaikan dan keselamatanmu…

jangan ragu tuk mentaati Rabb-mu…
tidak akan ada penyesalan ketika kau mengenakannya..
yakinlah…selalu akan ada pertolongan bagi hamba yang ta’at padaNya..

bulatkan tekadmu..mohonlah hidayah Allah..
mohonlah pertolongan Allah untuk istiqomah mengenakannya sepanjang hidupmu…
sebelum hari itu datang..
hari nyawamu di renggang maut..
saat itu tidak lagi kau sempat tuk menutup auratmu..
bersegeralah..karena kau tak tahu kapan ajal kan datang…

ingatlah….betapa Allah menyayangimu….<3

Makna ‘Laa Ilaha Illa Allah’

Image

Mengetahui makna kalimat yang mulia ini merupakan salah satu prinsip yang sangat mendasar pada ‘aqidah seorang muslim. Bagaimana tidak, karena jika seseorang mengucapkan kalimat tauhid ini maka dia tidak akan bisa melaksanakan konsekuensinya sebelum mengetahui apa maknanya, dan dia juga tidak akan mendapatkan berbagai keutamaan kalimat ini sampai dia mengetahui apa maknanya, mengamalkannya dan meninggal di atasnya. Nabi Shallallahu alaihi wasallam menegaskan, “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mengetahui bahwa sesungguhnya tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah maka akan masuk Surga”. (HR. Al-Bukhari)

Oleh karena itu, berikut penjelasan secara singkat mengenai makna kalimat tauhid yang mulia ini:
Laa Ilaaha Illallah adalah kalimat yang terdiri dari 4 kata, yaitu: Kata (laa), kata (ilaha), kata (illa) dan kata (Allah). Adapun secara bahasa bisa kita uraikan sebagai berikut:
—        Laa adalah nafiyah lil jins (meniadakan keberadaan semua jenis kata benda yang datang setelahnya). Misalnya perkataan orang Arab: “Laa rojula fid dari” (tidak ada laki-laki dalam rumah) yaitu menafikan (meniadakan) semua jenis laki-laki di dalam rumah. Sehingga laa dalam kalimat tauhid ini bermakna penafian semua jenis sembahan yang haq dari siapa pun selain Allah Ta’ala.

—        Ilah adalah mashdar (kata dasar) yang bermakna maf’ul (obyek), sehingga makna ilah adalah ma`luh. Ma`luh sendiri maknanya adalah ma’bud (yang diibadahi), karena aliha (kata kerja dari aliha) maknanya adalah ‘abada .

—    Illa (kecuali). Kata pengecualian yang bertugas untuk mengeluarkan kata yang terletak setelah illa dari hukum kata yang telah dinafikan oleh laa. Misalnya dalam contoh di atas: ‘Laa rajula fid dari illa Muhammad’, yaitu Muhammad (sebagai kata setelah illa) dikeluarkan (dikecualikan) dari hukum sebelum illa yaitu peniadaan semua jenis laki-laki di dalam rumah, sehingga maknanya adalah tidak ada satu pun jenis lelaki di dalam rumah kecuali Muhammad. Jika diterapkan dalam kalimat tauhid ini makna maknanya adalah: Hanya Allah yang diperkecualikan dari seluruh jenis ilah yang telah dinafikan oleh kata laa sebelumnya.

—    Lafazh ‘Allah’ berasal dari kata الإله Kemudian hamzahnya dihilangkan untuk mempermudah membacanya, lalu huruf lam yang pertama diidhgamkan pada lam yang kedua sehingga menjadi satu lam yang ditasydid, lalu lam yang kedua dibaca tebal. Ini adalah pendapat Al-Kisa`i, Al-Farra` dan juga pendapat As-Sibawaih.

Adapun maknanya, maka Al-Imam Ibnul Qoyyim berkata dalam Madarij As-Salikin (1/18): “Nama “Allah” menunjukkan bahwa Dialah yang merupakan ma’luh (yang disembah) ma’bud (yang diibadahi). Seluruh makhluk beribadah kepadanya dengan penuh kecintaan, pengagungan dan ketundukan”.

Kemudian termasuk perkara yang penting diketahui dalam masalah ini adalah bahwa kata Laa membutuhkan isim dan khabar. Isimnya adalah kata ilaha, sedangkan khabarnya, maka di sinilah letak perselisihan manusia dalam penentuannya. Yang dipilih oleh seluruh ulama salaf adalah bahwa khabarnya dihilangkan. Karenanya kita terlebih dahulu harus menentukan khabarnya agar maknanya bisa dipahami dengan benar. Dan para ulama salaf bersepakat bahwa yang dihilangkan itu adalah kata haqqun atau bihaqqin (yang berhak disembah), dengan dalil firman Allah Ta’ala dalam surah Luqman ayat 30, “Yang demikian itu karena Allahlah yang hak (untuk disembah) dan apa saja yang mereka sembah selain Allah maka itu adalah sembahan yang batil dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” 

Maka dari seluruh uraian di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa makna ‘laa ilaaha illallah’ adalah ‘laa ma’buda bihaqqin/haqqun illallah’ (tidak ada sembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allah).

Al-Wazir Abul Muzhoffar berkata dalam Al-Ifshoh, “Lafazh “Allah” sesudah “illa” menunjukkan bahwasanya penyembahan wajib (diperuntukkan) hanya kepada-Nya, maka tidak ada (seorang pun) selain-Nya yang berhak mendapatkannya”. Dan beliau juga berkata, “Dan termasuk faedah dari hal ini adalah hendaknya kamu mengetahui bahwa kalimat ini mencakup kufur kepada thaghut (semua yang disembah selain Allah) dan beriman hanya kepada Allah. Maka tatkala engkau menafikan penyembahan dan menetapkan kewajiban penyembahan itu hanya kepada Allah, maka berarti kamu telah kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah”.

Dari penjelasan di atas diketahui bahwa kalimat Laa Ilaaha Illallah mengandung dua rukun asasi yang harus terpenuhi sebagai syarat diterimanya syahadat seorang muslim:
Pertama: An-nafyu (peniadaan) yang terkandung dalam kalimat ‘laa ilaaha’. Yaitu menafikan, menolak dan meniadakan seluruh sembahan yang haq selain Allah, apapun jenis dan bentuknya, baik yang masih hidup apalagi yang sudah mati, baik dari kalangan malaikat yang terdekat dengan Allah maupun Rasul yang terutus, terlebih lagi makhluk yang derajatnya di bawah keduanya.
Kedua: Al-itsbat (penetapan) yang terkandung dalam kalimat ‘Illallah’. Yaitu menetapkan seluruh ibadah hanya milik Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Baik yang zhahir seperti sholat, zakat, haji, menyembelih dan lain-lain maupun yang batin seperti tawakkal, harapan, ketakutan, kecintaan dan lain-lain. Baik berupa ucapan seperti dzikir, membaca Al-Qur’an, berdoa dan sebagainya maupun perbuatan seperti ruku dan sujud sewaktu sholat, tawaf dan sa`i ketika haji dan lain-lain.

Maka syahadat seseorang belumlah benar jika salah satu dari dua rukun itu atau kedua-duanya tidak terlaksana. Misalnya ada orang yang hanya meyakini Allah itu berhak disembah (hanya menetapkan) tetapi juga menyembah yang lain atau tidak mengingkari penyembahan selain Allah (tidak menafikan). Berikut penyebutan beberapa ayat Al-Qur`an yang menerangkan dua rukun laa ilaha illallah ini, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun”. (QS. An-Nisa`: 36)

Makna inilah yang dipahami oleh para sahabat dan para ulama setelah mereka sampai akhir zaman. Bahkan makna inilah yang dipahami oleh kaum musyrikin Quraisy semacam Abu Jahl, Abu Lahab dan selainnya. Sebagaimana yang diungkap oleh Allah Ta’ala pencipta mereka, “Sesungguhnya mereka apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” maka mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: Apakah kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami hanya karena seorang penyair gila?”. (QS. Ash-Shoffat : 35-36)
Mereka juga berkata, “Mengapa ia menjadikan sembahan-sembahan itu sembahan Yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan”. (QS. Shod : 5)
Maka lihatlah -semoga Allah merahmatimu- bagaimana jawaban kaum musyrikin tatkala diperintah mengucapkan kalimat tauhid, spontan mereka menolak seruan tersebut. Mereka menolak bukan karena jahil dan bodoh tentangnya, akan tetapi justru karena mereka sangat mengetahui apa makna dan konsekwensi kalimat ini yaitu harusnya meninggalkan semua sembahan mereka dan menjadikannya hanya satu sembahan yaitu hanya Allah Ta’ala. Maka betapa celakanya seseorang yang mengaku muslim, akan tetapi Abu Jahl lebih tahu dan lebih faham tentang makna laa Ilaha illallah daripada dirinya. Wallahul musta’an.

{Lihat : Fathul Majid hal. 52-54 dan Kifayatul Mustazid bisyarhi Kitabit Tauhid Bab. Tafsirut Tauhid karya Syaikh Shaleh Alu Asy-Syaikh}

http://al-atsariyyah.com/makna-laa-ilaha-illallah.html

Seksi Jadi SIksa

Berpakaian tapi telanjang itu seperti apa siih…

coba deh ke jalan atau ke mall banyak tu h cewek dan wanita-wanita berpakaian tapi telanjang..
1. berpakaian yang ketat..nyesek..
2. pakaiannya longgar tapi tipis menerawang
3. pakaiannya kurang bahan alias mini…buka-bukaan sana sini

selebihnya..mungkin bisa anda tambahkan sendiri…^^

Cara Memperkuat Iman

Image

ﻛﻴﻒ ﺗﺰﻳﺪ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻚ ؟؟

Bagaimana cara memperkuat keimanan ??

ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻘﻴﻢ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻫﻨﺎﻙ ﺛﻤﺎﻧﻴﺔ ﻃﺮﻕ ﻟﺰﻳﺎﺩﺓ ﺍﻻﻳﻤﺎﻥ :

Ibnul Qayyim mengatakan : Ada 8 cara utk menambah keimanan:

١. ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ

1. Ma’rifatulloh ( mengenal dan mengetahui alloh; mengenal hak2 alloh, keagungan alloh, mengetahui asma wa shifat alloh dgn segala kandungannya)

٢. ﺗﺪﺑﺮ ﺍﻟﻘﺮﺃﻥ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ

2. Tadabbur al-quran

ﻗﺎﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ :  (ﻭﺇﺫﺍ ﺗﻠﻴﺖ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺃﻳﺎﺗﻪ ﺯﺍﺩﺗﻬﻢ إﻳﻤﺎﻧﺎ ﻭﻋﻠﻰ ﺭﺑﻬﻢ ﻳﺘﻮﻛﻠﻮﻥ )

٣. ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ

3. Mengenal Rasululloh sholallohu’alaihi wasallam.

ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : ( ﺃﻡ ﻟﻢ ﻳﻌﺮﻓﻮ ﺭﺳﻮﻟﻬﻢ ﻓﻬﻢ ﻟﻪ ﻣﻨﻜﺮﻭﻭﻥ)

٤. ﺍﻟﺘﻔﻜﺮ ﻓﻲ ﺧﻠﻖ ﺍﻟﻠﻪ :

4. Bertafakkur tentang ciptaan-ciptaan Alloh ta’aala

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : ( ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺬﻛﺮﻭﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﻴﺎﻣﺎ ﻭﻗﻌﻮﺩﺍ ﻭﻋﻠﻰ ﺟﻨﻮﺑﻬﻢ ﻭﻳﺘﻔﻜﺮﻭﻥ ﻓﻲ ﺧﻠﻖﺍﻟﺴﻤﺎﻭﺍﺕ ﻭﺍﻷﺭض)

٥. ﻛﺜﺮﺓ ﺍﻟﻨﻮﺍﻓﻞ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻔﺮﺍﺋﺾ

5. Memperbanyak amalan sunnah setelah yang wajib.

٦. ﺍﻟﻘﺮﺏ ﻣﻦ ﺑﻴﺌﺔ ﺍﻟﻄﺎعة

6. Mendekatkan diri dgn lingkungan yg penuh ketaatan

٧. ﻛﺜﺮﺓ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ

7. Memperbanyak dzikir (disetiap keadaan)

٨. ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ

8. Berdakwah di jalan Alloh ta’aala

ﻧﺴأﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﺍﻥ ﻳﺰﻳﺪ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ﻓﻲ ﻗﻠﻮﺑﻨﺎ ﺑﺘﺤﻘﻘﻨﺎ ﺑﻬﺬﻩ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺍﻟﺜﻤﺎﻧﻴﺔ .

Semoga alloh memperkuat dan menambah iman kita, diantaranya dgn cara tsbt diatas…amiin

 

http://www.alquran-sunnah.com/artikel/kategori/media-sosial/832-cara-memperkuat-iman

Muslimkah Anda?..Tahukah Anda Apa Itu Tauhid…?

Makna Tauhid


Image

Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).

Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.

Pembagian Tauhid

Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.

Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al Qur’an:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1)

Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur’an:

 

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az Zukhruf: 87)

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Al Ankabut 61)

Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.

Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)

Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.

Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)

Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang bertauhiduluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk mengatakan: ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)

Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).

Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid uluhiyyah??

Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)

Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.

Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.

Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.

Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.

Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)

Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan menetapkan maknanya. Misalnya sebagian orang yang berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di atas ‘Arsy namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah’. Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap perbuatan Allah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al Qur’an adalah sia-sia karena tidak dapat dipahami oleh hamba-Nya.

Pentingnya mempelajari tauhid

Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah. Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar, bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).

Penulis: Yulian Purnama

Artikel www.muslim.or.id